Selasa, 09 Februari 2010

Melatih Anak Gemar Bersedekah


Bersedekah merupakan pemberian dari seorang Muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah. Dari segi bentuknya, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan seorang Muslim. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap Muslim wajib bersedekah.” Para Sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk disedekahkan?” Nabi saw. menjawab, “Hendaklah ia bekerja hingga dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan dapat pula bersedekah.” Para Sahabat bertanya lagi, “Jika ia tidak dapat bekerja, bagaimana?” Nabi saw. menjawab, “Hendaklah ia menolong orang yang memerlukan pertolongan.” Para Sahabat bertanya pula, “Jika ia masih tidak juga, bagaimana?” Nabi saw. menjawab, “Hendaklah ia menyuruh orang lain berbuat baik.” Para sahabat masih bertanya lagi, “Jika beramar makruf pun ia tidak dapat, bagaimana?” Nabi menjawab: “Hendaklah ia menahan diri dari keburukan. Sungguh menahan diri dari keburukan itu merupakan sedekah.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Bersedekah, selain merupakan sarana beribadah, juga bisa digunakan untuk melatih empati anak kepada orang lain. Empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Rasa empati pada anak harus diasah. Jika dibiarkan, rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, bergantung pada lingkungan yang membentuknya. Banyak segi positif jika kita mengajari anak berempati. Mereka tidak akan agresif dan senang membantu orang lain.
Rasulullah saw. pun sangat menekankan pentingnya mengembangkan sikap empati ini. Gambaran orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling berempati di antara sesama mereka adalah laksana satu tubuh; jika ada sebagian dari anggota tubuh yang sakit maka seluruh anggota tubuh akan ikut merasakan sakit.
Anak bisa diajari konsep empati sejak usia 2 tahun, saat mereka sudah mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Biasanya dari hal-hal yang sederhana. Contoh: ketika anak sedang makan dan di sampingnya ada orang, maka ajarkanlah anak untuk menawarkan makanannya. Dengan begitu anak biasa berbagi dan peduli pada orang lain.

Kiat Agar Anak Gemar Bersedekah

1. Berikan motivasi melalui hadis dan ayat-ayat yang berbicara tentang sedekah.
Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri seseorang. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah yang menggambarkan pahala orang yang menafkahkan sebagian hartanya. Ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut hendaknya sudah mulai dikenalkan kepada anak sejak dini. Dengan membacakannya, menghapal dan mengkajinya akan memberikan motivasi yang luar biasa buat anak. Cara mengkajinya tentu dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Ayat yang bisa disampaikan antara lain:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahatahu (QS al-Baqarah [2]: 261).

2. Bacakan kisah-kisah para Sahabat Rasulullah saw. yang gemar menafkahkan hartanya.
Rasanya tidak ada anak-anak yang tidak suka cerita. Apalagi kalau yang bercerita adalah ibunya. Anak memperoleh rasa senang ketika mendengarkan cerita yang dibacakan. Anak akan merasa senang bukan hanya karena mendengarkan suatu cerita, namun juga merasa dirinya diperhatikan dan diperlakukan secara spesial. Hal ini akan membantu menciptakan rasa aman dan percaya diri pada anak. Kesukaan anak-anak mendengarkan cerita biasanya didukung oleh kemampuan mereka memusatkan perhatian untuk beberapa lama terhadap obyek tertentu. Ini umumnya terjadi pada usia sekitar 3 atau 4 tahun.
Banyak memang buku cerita anak-anak yang berada di pasaran. Orangtua yang bijak tentu tidak akan asal memilih buku, tetapi membeli yang sekaligus dapat menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak. Selain untuk menyampaikan pesan, membacakan buku cerita juga akan lebih mempererat hubungan ibu dengan anak, menambah perbendaharaan bahasa anak yang akan membantu perkembangan kemampuan sosialisasinya, sekaligus untuk memberikan pembelajaran bagi anak agar kelak gemar membaca. Cerita tentang bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq yang menyerahkan sebagian besar hartanya untuk dakwah; juga Aburrahman bin Auf yang sangat kaya raya, namun kekayaannya disumbangkan untuk kepentingan kaum Muslim. Beliaulah yang membaktikan harta kekayaannya yang tak terkira dengan puas dan rela. Sejak keislamannya sampai meninggal dalam usia tujuh puluh lima tahun, Abdurrahman bin Auf menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang Mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi saw. memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga. Subhânallâh!

3. Keteladanan.
Keteladanan merupakan salah satu cara yang efektif dalam melakukan pendidikan kepada anak. Pada tahun-tahun pertama, obyek peniruan anak umumnya masih berkisar orang-orang di sekitar rumah, biasanya ayah atau ibu. Anak meniru tidak saja gerak tubuh, rasa senang dan tidak senang, kebiasaan; tetapi juga ekspresi emosional orangtua. Dalam kenyataannya, kemampuan anak dalam meniru sesuatu lebih cepat daripada yang kita bayangkan. Jika orangtua berbuat baik maka anak biasanya juga akan berbuat baik. Dalam melakukan peniruan, umumnya anak akan meniru apa yang dilakukan orangtua, bukan apa yang dikatakannya.
Seorang anak yang melihat ibu dan ayahnya shalat lima kali sehari, membaca al-Quran, berdoa kepada Allah dan berzikir, baik di waktu petang dan tengah malam, insya Allah semua itu akan terlukis pada diri anak. Dengan itu, ia akan selalu melaksanakan ajakan-ajakan yang ia dengar tiap pagi dan sore. Semakin bertambah usia anak, tidak hanya tingkah laku yang tampak saja yang akan ditirunya, tetapi juga sikap seseorang terhadap sesuatu. Oleh karena itu, orangtua harus bisa menjadi model yang baik. Jika dalam keseharian orangtua biasa memperlihatkan kepekaan serta kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, mampu berempati, bukan tidak mungkin anak akan menirunya. Sejalan dengan perkembangannya, semua itu akan meningkatkan kemampuan anak untuk memahami berbagai macam hal, dan diharapkan peniruan ini akan menjadi sebuah kemampuan, kebiasaan yang melekat pada anak. Tunjukkan kepedulian orangtua terhadap orang-orang yang tak mampu. Komitmen yang kuat dalam membantu penderitaan orang lain insya Allah akan dapat menular kepada anak-anak.

4. Pembiasaan.
Mendidik anak pada waktu kecil ibarat mengukir di atas batu. Demikian salah satu bunyi hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Memang akan lebih mudah mengajari anak kecil daripada setelah menginjak remaja. Betapa banyak orangtua merasa kewalahan menyuruh anak remajanya membiasakan shalat lima waktu. Itulah pentingnya penanaman nilai-nilai Islam sedini mungkin, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Selain keteladanan dari orangtua, pembiasaan juga merupakan cara pembelajaran yang sangat tepat buat anak. Upaya kecil yang bisa dilakukan, misalnya, dengan membawakan bekal sekolah anak lebih dari satu, dengan pesan untuk dibagikan pada temannya yang tidak membawa bekal.

5. Berikan hadiah.
Hadiah adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatu prestasi. Hadiah diberikan setelah anak mencapai prestasi tertentu, bukan sebelumnya. Jadi, bukan hadiah yang diberikan agar anak mau melakukan sesuatu. Ada beberapa fungsi penting dari hadiah. Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya, maka ia mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang akan membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi.
Hadiah tidak selamanya harus dalam bentuk materi. Yang pasti, apapun bentuk hadiah ia harus sesuai dengan kebutuhan anak. Jika tidak, efektivitasnya akan hilang. Oleh karena itu, diperlukan kepekaan orang tua untuk melakukan hal ini. Bagi anak yang belum bisa memahami pembicaraan, hargai kebaikannya dengan senyuman, pelukan atau bentuk komunikasi non-verbal lainnya. Sebaliknya, bentuk non-verbal tidak terlalu efektif untuk anak-anak yang lebih besar. Anak-anak ini butuh pernyataan pujian secara verbal dan nyata. Hadiah juga dapat berupa pujian atau pengakuan. Agar pujian bisa bermanfaat, orangtua perlu melakukannya secara bijaksana. Pujian seyogyanya diberikan dalam segala suasana.

6. Ajaklah anak melihat sendiri dan mengalami kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan yang biasa ia jalani.
Ajaklah anak untuk mengunjungi tempat banyak orang susah yang berkumpul di sana. Dengan itu, mereka akan melihat ada sisi lain dari kehidupan manusia. Kita pun dapat memberi pemahaman kepada mereka dengan menjelaskan mengapa ada gelandangan yang mengais-ngais sampah, atau makan makanan yang telah dibuang ke tempat sampah, dan sebagainya. Sekali waktu anak bisa diajak ke panti asuhan, tempat bencana alam atau tempat-tempat lain yang membutuhkan uluran tangan. Selain mengajak anak langsung ke tempat-tempat seperti itu, anak juga bisa diajak melihat film-film tentang kaum muslim yang dizalimi seperti film-film perjuangan rakyat Palestina, atau penderitaan kaum Muslim di negara lainnya.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar