Rabu, 17 Februari 2010

PSB TKIP Aya Sophia Tahun 2010

Musim penerimaan siswa baru nampaknya sudah dimulai. Hingga tulisan ini dibuat, TKIP Aya Sophia belum mengumumkan besaran biaya untuk PSB. Namun, antusiasme orang tua calon siswa nampak sangat tinggi sehingga walaupun PSB belum diumumkan, di kantor Tata Usaha sudah ada 20-an pendaftar baru dari cluster-cluster terdekat di Citra Raya. Kala mengingat anak-anak yang berkejaran di pelataran sekolah, kami teringat ungkapan indah yang dituturkan oleh Dorothy Nolte:


Jika anak dibesarkan dengan CELAAN, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan PERMUSUHAN, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan CEMOOHAN, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan PENGHINAAN, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan TOLERANSI, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan DORONGAN, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan PERLAKUAN YANG BAIK, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan KASIH SAYANG, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Sejatinya, ajaran Rasulullah SAW sudah yang paling purna. So, semoga TKIP Aya Sophia bisa menjadi tempat belajar untuk hidup dan hidup untuk belajar sehingga anak-anak ini bisa mengejawantahkan pelajaran hidup mereka pada medan kehidupan real kelak. (MA)

Sabtu, 13 Februari 2010

Agar Anak Mengenal Makanan/Minuman Halal


Allah Swt. berfirman: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata. (QS al-Baqarah [2]: 168).
Makan adalah kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi. Halal dan baik (halâl[an] thayyib[an]) merupakan syarat utama saat kita mengkonsumsi makanan. Karena itu, mengetahui makanan halal sangat penting; tidak hanya bagi orangtua, yang bertugas menyediakan makanan untuk anak-anak, tetapi juga bagi anak-anak. Mereka harus mulai dikenalkan dengan makanan halal atau haram agar lebih berhati-hati saat mengkonsumsinya. Bagaimana mengenalkan makanan halal dan haram kepada anak? Tulisan berikut akan memberikan beberapa kiatnya. Beberapa Kiat

1. Mengenalkan label halal.
Usahakan untuk selalu membeli makanan yang sudah mendapatkan sertifikat halal dari mulai makanan ringan, jajanan anak-anak sampai memilih rumah makan ketika akan bersantap dengan keluarga. Label halal biasanya berbentuk lingkaran kecil di sudut atas atau bawah kemasan. Di dalamnya terdapat kata halal untuk makanan dalam kemasan dan keterangan (sertifikat halal) dalam bentuk lembaran kertas untuk restoran-restoran atau makanan yang tidak dikemas. Sertifikat halal ini dikeluarkan oleh POM MUI. Meski tidak berarti yang tidak berlabel halal adalah makanan yang haram, mengenalkan label halal penting demi mendidik anak untuk berhati-hati sebelum membeli.
2. Mengenalkan kandungan makanan.
Ajari anak-anak untuk mengamati setiap kandungan makanan yang tercantum dalam kemasan. Jika di dalamnya mengandung bahan yang meragukan, seperti gelatin, misalnya, pastikan bahwa yang tercantum adalah gelatin yang berasal dari sapi. Gelatin biasanya terdapat pada makanan yang lembut dan sedikit kenyal, seperti permen lunak, es krim, dan puding. Tiga jenis makanan ini termasuk makanan favorit anak-anak. Karena itu, dengan mengenalkan komposisi kandungan, anak-anak terdidik untuk berhati-hati sebelum mengkonsumsi makanan.

3. Memperlihatkan poster barang haram.
Poster anti narkoba, misalnya, bisa kita lihat dimana-mana; di berbagai media (massa/elektronik) atau di jalan-jalan raya. Gunakan sarana itu untuk mengenalkan kepada anak makanan yang haram, di antaranya narkoba berikut berbagai bahaya yang ditimbulkan. Narkoba dapat mengganggu kesehatan, melemahkan perasaan dan merusak moral serta menghancurkan generasi. Dengan memperlihatkan poster semacam itu, anak-anak telah dididik sedari dini untuk mewaspadai makanan/zat yang haram.

4. Menunjukkan makanan yang haram saat Berbelanja.
Sekali waktu, ajaklah anak berbelanja di pasar atau supermarket. Jika ada makanan haram yang di jual di sana, tunjukkanlah kepada mereka. Amatilah baik-baik, misalnya, perbedaan antara daging sapi dan babi; mulai dari warna, tekstur dan sebagainya yang menunjukkan perbedaan itu. Selain daging segar, kepada anak-anak juga bisa diperlihatkan beberapa makanan kaleng yang mengandung bahan babi. Selain makanan, anak juga bisa dikenalkan dengan minuman-minuman beralkohol yang haram dikonsumsi, yang biasanya dijual di supermaket besar; seperti macam-macam bir atau minuman haram lainnya. Tekankan kepada anak-anak bahwa semua itu dilarang oleh Islam dan haram untuk dikonsumsi.

5. Mengunjungi pameran produk halal.
Jika ada kesempatan, ajaklah anak-anak mengunjungi pameran produk halal. Di tempat pameran akan disajikan makanan dan minuman yang biasanya sudah mendapat sertifikat halal. Anak akan menjadi lebih tahu, ternyata tidak sedikit makanan halal yang bisa dikonsumsi. Anak juga bisa bertanya langsung kepada orang-orang yang menjaga setiap stand sekaligus meminta penjelasan tentang produk makanan yang dipamerkan. Dengan cara itu, anak-anak terbiasa memperhatikan makanan halal dan makin menyadari betapa pentingya soal ini.

6. Membacakan ayat dan hadis.
Mengenalkan makanan halal dan haram juga bisa dilakukan dengan mengenalkan dalil-dalil tentang makanan yang bersumber dari al-Quran atau Hadis Rasulullah saw. Ajaklah anak untuk membaca, mengkaji dan kalau mungkin menghapalkan ayat-ayat dan hadis tersebut. Contohnya ayat berikut:

Diharamkan atas kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembilih atas nama selain Allah; yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang kalian sempat menyembelihnya; dan (diharamkan atas kalian) binatang yang disembelih untuk berhala. (QS al-Maidah [5]: 3).
Contoh lain adalah sabda Rasulullah saw. berikut:

الْبَحْرُ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibn Majah dan Ahmad).

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Tidak akan masuk surga siapa saja yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram. Neraka lebih utama untuknya. (HR Ahmad).

7. Menanamkan kehalalan melalui cara mendapatkannya.
Selain kiat di atas, penting juga diajarkan kepada anak, bahwa makanan yang halal tidak hanya dilihat dari zatnya saja, tetapi juga cara memperolehnya. Makanan yang zatnya halal, tetapi didapat dengan cara yang haram, menjadi haram juga. Misal, ayam goreng yang halal dimakan, jika didapat dengan cara mengambil bekal temannya saat makan siang di sekolah, menjadi haram. Dengan cara ini, anak juga dididik sedari dini untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang halal selalu. Dengan begitu, bibit-bibit korupsi dan tindak kejahatan menyangkut harta lain dengan cara ini sesungguhnya sudah dilibas mulai dari akarnya. 8. Mengenalkan makanan halal melalui kegiatan makan bersama.

Cara lain yang cukup efektif mengenalkan makanan halal kepada anak-anak adalah saat makan bersama. Sebelum acara makan dimulai, ajaklah anak-anak mengamati makanan masing-masing. Selain dari kandungan gizinya dan manfaatnya untuk pertumbuhan anak, jelaskan juga sisi kehalalan. Tanamkan rasa syukur dengan makanan yang sudah tersedia, sekaligus juga ajarkan tentang adab makan dan minum sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.: membaca doa sebelum makan, menggunakan tangan kanan, tidak berbicara saat makan, tidak mencela makanan dan sebagainya.

9. Menunjukkan makanan haram melalui tivi.
Mengenalkan makanan haram kepada anak, selain bisa dilakukan secara langsung juga dapat melalui media, misalnya televisi. Di film-film biasanya terdapat adegan orang yang mabuk karena meminum minuman beralkohol. Sampaikan bahwa khamr (minuman beralkohol) haram diminum. (Lihat: QS al-Maidah [5]: 90).

10. Mengikuti perkembangan info halal.
Ada majalah khusus yang dikeluarkan POM MUI yang bisa kita dapat. Kita juga biasa mengakses langsung melalui internet. Dengan begitu, kita tidak akan tertinggal informasi tentang perkembangan makanan halal, sekaligus kita akan lebih mudah dalam mencari produk halal. Ajaklah anak-anak untuk turut memperhatikan atau membaca media itu. Akan lebih menyenangkan jika anak juga sekali waktu diajak untuk surfing di internet untuk mengetahui makanan yang halal.
Wallâhu a‘lam biash-shawâb. []
[Zulia Ilmawati]

Kamis, 11 Februari 2010

Menumbuhkembangkan Kreativitas Anak


Makna Kreativitas

Sebagian orang berpendapat bahwa kreativitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat. John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996), membantah pendapat ini. “Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan, dan kreativitas bisa diajarkan dan dipelajari,” kata Kao.
Sebagian orang lain berpendapat bahwa kreativitas selalu dimiliki oleh orang berkemampuan akademik yang tinggi. Namun faktanya, banyak orang yang memiliki kemampuan akademis tinggi tetapi tidak otomatis melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif.
Terdapat beragam definisi yang terkandung dalam pengertian kreativitas. Menurut pandangan David Campbell, kreativitas adalah suatu ide atau pemikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna, dan dapat dimengerti. Definisi senada juga dikemukakan oleh Drevdahl. Menurutnya, kreativitas adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan baru, berupa kegiatan atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata.

Makna kata kreatif sendiri sesungguhnya berkisar pada persoalan menghasilkan sesuatu yang baru. Suatu ide atau gagasan tentu lahir dari proses berpikir yang melibatkan empat unsur berpikir: alat indera; fakta; informasi; dan otak. Arti kata kreatif di sini harus diarahkan pada proses dan hasil yang positif, tentu untuk kebaikan bukan untuk keburukan. Kreatif juga perlu dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah, serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Dengan demikian, tidak setiap kebaruan hasil karya dapat dengan serta-merta disebut kreatif. Yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah landasan konseptual yang menyertai karya tersebut.
Bagi setiap Muslim, landasan berpikir dan berbuat atau berkarya adalah akidah Islam. Karena itu, sudah semestinya setiap hasil pemikiran dan perbuatan atau karyanya berstandar pada akidah Islam tersebut sebagai bentuk keyakinannya kepada Allah Swt. yang telah menciptakannya.

Di dalam makna kreatif—untuk menyebut suatu karya baru atau kebaruan—yang diutamakan adalah aspek kesegaran ide dalam karya tersebut, bukan sekadar ulangan atau stereotip. Kreatif bisa juga ditinjau dari nilai orisinalitas dan keunikan cara penyampaiannya; bisa juga merupakan sebuah alternatif “cara lain”, walau inti pesan sebenarnya tidak berbeda dengan apa yang pernah ada sebelumnya.

Kedalaman kreativitas dapat juga diukur dari nilai efektivitas atau kualitas pencapaiannya. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku At-Tafkîr (1973) memberikan contoh, bahwa berpikir tentang kebenaran dapat merupakan proses berpikir kreatif (menggagas pemikiran baru). Contoh: berpikir untuk menghasilkan sebuah pemikiran (baru), kemudian mengkaji kesesuaiannya dengan fakta hingga pemikiran itu sesuai dengan fakta yang ditunjukkannya. Jika sesuai maka pemikiran itu merupakan kebenaran; jika tidak sesuai maka wajib dilakukan pengkajian terhadap kebenaran, yaitu pengkajian terhadap pemikiran yang sesuai dengan fakta yang ditunjukkan pemikiran.

Kreativitas pada Anak

Kreativitas yang tampak pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Kreativitas seorang anak bisa muncul jika terus diasah sejak dini. Pada anak-anak, kreativitas merupakan sifat yang komplikatif; seorang anak mampu berkreasi dengan spontan karena ia telah memiliki unsur pencetus kreativitas.
Pada dasarnya kreativitas anak-anak bersifat ekspresionis. Ini karena pengungkapan ekspresi itu merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan. Ekspresi ini disebut dengan spontanitas, terbuka, tangkas dan sportif. Ada 3 ciri dominan pada anak yang kreatif: (1) spontan; (2) rasa ingin tahu; (3) tertarik pada hal-hal yang baru. Ternyata ketiga ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti semua anak pada dasarnya adalah kreatif; faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Dengan demikian, peran orangtua sebenarnya lebih pada mengembangkan kreativitas anak.

Empat Cara Mengembangkan Kreativitas Anak

1. Membangun kepribadian Islam.
Dengan cinta, orangtua dapat membangun kepribadian Islam pada anak yang tercermin dari pola pikir dan pola sikap anak yang islami. Orangtua yang paham akan senantiasa menstimulasi/merangsang aktivitas berpikir dan bersikap anak sesuai dengan standar Islam. Menstimulasi aktivitas berpikir dilakukan dengan cara menstimulasi unsur-unsur/komponen berfikir (indera, fakta, informasi dan otak). Aktivitas bersikap adalah aktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri (beragama, mempertahankan diri dan melestarikan jenis). Orangtua dapat menstimulasi alat indera anak dengan cara melatih semua alat indera sedini mungkin. Ajak anak mengamati, mendengarkan berbagai suara, meraba berbagai tekstur benda, mencium berbagai bau dan mengecap berbagai rasa. Menstimulasi otak dilakukan dengan cara memberi nutrisi yang halal dan bergizi yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak sejak dalam kandungan serta banyak menghadirkan fakta dan informasi yang dapat di cerap oleh anak. Menstimulasi informasi diarahkan untuk meyakini adanya Pencipta melalui fakta-fakta penciptaan alam. Orangtua juga bisa membacakan cerita, mengajari anak untuk selalu mengaitkan fakta baru dengan informasi yang sudah diberikan, serta menghindarkan anak dari fakta dan informasi yang merusak dengan cara menseleksi tayangan TV, buku dan majalah. Perlu dipahami oleh orangtua, bahwa anak memahami standar secara bertahap seiring dengan kesempurnaan akalnya. Anak usia dini belum sempurna akalnya. Namun, orangtua tetap perlu mengenalkan standar-standar kepada anak secara berulang-ulang tanpa memaksa anak untuk melakukannya. Biasakan pula mengenalkan dalil kepada anak. Orangtua juga hendaknya senantiasa menghadirkan keteladanan yang baik pada anak di mana saja mereka berada.
Orangtua yang paham tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Kita melihat, Sahabat Umar ra., Abu Bakar ra. dan sebagainya tidak memiliki karakter yang sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan mereka justru menjadikan mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula halnya dalam hal kreativitas mereka. Setiap Sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing memiliki dimensi kreativitas sendiri-sendiri. Salman al-Farisi adalah penggagas Perang Parit; Umar bin al-Khaththab adalah penggagas ketertiban lalu-lintas; Abu Bakar ash-Shiddiq adalah penggagas tegaknya sistim ekonomi Islam; Khalid bin Walid adalah penggagas strategi perang moderen; dan banyak lagi.
Yang menjadi masalah sekarang, para orangtua sering kurang bersungguh-sungguh untuk mengembangkan kreativitas anak. Seolah-olah para orangtua lebih suka jika anak menjadi fotokopi orang lain ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh.
Karena kepribadian menentukan kreativitas, seorang Muslim pada hakikatnya memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan dengan umat-umat lainnya.

2. Menumbuhkembangkan motivasi.
Kreativitas dimulai dari suatu gagasan yang interaktif. Bagi anak-anak, dorongan dari luar diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini, para orangtua banyak berperan. Dengan penghargaan diri, komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan demikian, anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain itu, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh anak kita, misalnya dengan melakukan aktivitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan puasa dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktivitas yang lain kita tidak dapat melakukannya? Bukankah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru? Dengan demikian, sesungguhnya seorang Muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua Muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Tujuannya adalah agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif.
Perlu dicatat, dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah dengan cara menyenangkan dan tidak di bawah tekanan/paksaan.

3. Mengendalikan proses pembentukan
anak kreatif.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam pembentukan anak kreatif adalah:
Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai. Waktu dapat berkisar antara 10-30 menit setiap hari; bergantung pada bentuk kreativitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula dengan tempat; ada yang memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih; bergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru; lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
Mengatur kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar anak-anak dapat melakukan aktivitasnya secara individual maupun berkelompok. Kadang-kadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif; kadang-kadang juga secara kooperatif.
Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas.
Memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara. Caranya dengan mengoptimal-kan poin-poin tersebut di atas.

4. Mengevaluasi hasil kreativitas.
Selama ini kita sering menilai kreativitas melalui hasil atau produk kreativitas. Padahal sesungguhnya proses itu pada masa kanak-kanak lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreativitas bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil kreativitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan. Hanya saja, ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreativitas tersebut dengan menggunakan perspektif anak, bukan perspektif kita sebagai orangtua. Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan huruf hijaiyah dari alif sampai ya, apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma bisanya baru menyebutkan begitu, saya juga bisa.” Tentu saja, dalam mengevaluasi proses dan hasil kreativitas harus “open mind” atau dengan “pikiran terbuka”. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan, penguatan sekaligus pengarahan. Begitu juga sebaliknya; jauhi celaan dan hukuman agar anak kita tetap kreatif.
Wallâhu a‘lam biash-shawâb.
[Yuliana]

Membangun Keluarga Sehat


Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya bersifat pasti. Sehat dalam pandangan Islam tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam berpikir dan bersikap yang dilandaskan pada akidah Islam.
Keluarga sehat bermakna bahwa seluruh anggota keluarga dapat menjalani kehidupan secara sehat, baik yang terkait dengan fisik (makanan, pakaian, rumah dan tubuh) yang pemenuhannya menggunakan pola pikir dan pola sikap berlandaskan akidah Islam.
Islam telah menetapkan kewajiban kepada orangtua untuk membangun keluarga yang sehat dan kuat, di antaranya:

1. Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak.
Allah Swt. berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Kewajiban ayahlah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. (QS al-Baqarah [2]: 233).
Rasulullah saw. bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar untuk memerdekakan hamba, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, maka pahala yang paling besar adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu. (HR Muslim).
Karena ayah mempunyai pahala yang besar dalam memberi nafkah kepada keluarga, maka jika ia tidak mau memberikan nafkah kepada anak-anak dan keluarga, padahal mampu, ia akan berdosa besar. Rasulullah saw. bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menahan (nafkah) terhadap orang yang menjadi tanggungannya. (HR Muslim).
Di antara nafkah yang wajib diberikan ayah kepada keluarga adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal yang baik kepada keluarganya sehingga fisik mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit.

2. Menerapkan aturan-aturan Islam terkait dengan makanan, minuman dan tidur.
Allah Swt. telah berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS al-Baqarah [2]: 168).
Hembing mengatakan bahwa tidak ada makanan atau minuman yang dinyatakan haram oleh ajaran Islam, tiba-tiba dinyatakan sehat oleh dunia kedokteran. Survey membuktikan bahwa makanan merupakan faktor yang paling dominan; menduduki 90% dalam menimbulkan hampir semua penyakit yang diderita oleh seseorang, terutama terhadap penyakit jantung, stroke, kencing manis, kanker, asam urat dan jenis-jenis penyakit lainnya.
Kehalalan makanan akan berpengaruh, paling tidak, dalam: Pertama, menjaga keseimbangan jiwa manusia yang hakikatnya suci (fitrah) sebagaimana baru dilahirkan ke dunia. Kedua, menumbuhkan daya juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi. Ketiga, membersihkan hati dan menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak perlu. Keempat, menumbuhkan sikap percaya diri di hadapan Allah. Dengan demikian, kehalalan makanan dalam Islam dan pengharamannya sangat berpengaruh terhadap kesehatan, baik jasmani ataupun ruhani.
Rasulullah saw. telah memberikan panduan dalam masalah makanan, yaitu menghindarkan makanan yang mengandung racun dan melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum sehingga melampaui kebutuhan. Rasulullah saw. bersabda:
مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاََ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidak ada suatu tempat yang dipenuhi oleh Anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja, asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Namun, jika ia terpaksa melakukannya, hendaklah sepertiga (dari perutnya) diisi dengan makanan, sepertiganya dengan minuman dan sepertiganya lagi dengan nafas. (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Rasulullah saw. juga memberikan panduan dalam masalah minuman:
لاََ تَشْرَبُوا وَاحِدًا كَشُرْبِ الْبَعِيرِ وَلَكِنْ اشْرَبُوا مَثْنَى وَثُلاََثَ وَسَمُّوا إِذَا أَنْتُمْ شَرِبْتُمْ وَاحْمَدُوا إِذَا أَنْتُمْ رَفَعْتُمْ
Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan. Ucapkanlah “Bismillah” jika kalian minum dan ucapkanlah “Alhamdulillah” jika kalian selesai minum. (HR at-Tirmidzi).
لاََ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ
Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Siapa saja yang lupa, hendaklah ia memuntahkannya. (HR Muslim).
Adapun terkait dengan pola tidur, Rasulullah saw. menganjurkan untuk tidur di atas sisi badan sebelah kanan. Sebab, tidur di atas badan sebelah kiri itu akan membahayakan hati dan mengganggu pernafasan. Rasulullah saw., bersabda (yang artinya): Jika kamu mendatangi tempat berbaringmu, berwudhulah sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat, kemudian, berbaringlah di atas sisi badan sebelah kanan dan berdoalah. (HR al-Bukhari dan Muslim).
3. Mencegah diri dari berbagai penyakit.
Kewajiban para orangtua, pada saat salah seorang di antara anak-anak terkena penyakit menular, adalah mengasingkan anak-anak mereka yang lainnya. Dengan begitu, penyakit itu tidak menular kepada yang lainnya. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Larilah dari orang yang berpenyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa. (HR al-Bukhari).
Alangkah agungnya panduan Rasulullah ini dalam menjaga kesehatan dari berbagai penyakit.
4. Pengobatan terhadap penyakit.
Pengobatan ini berpengaruh sangat besar dalam menolak penyakit dan memproses kesembuhan. Masalah pengobatan ini diperintahkan oleh Rasulullah saw. dalam beberapa haditsnya,di antaranya:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Setiap penyakit itu ada obatnya. Jika obat itu mengenai penyakit maka akan sembuhlah dengan Izin Allah ‘Azza wa Jalla. (HR Muslim dan Ahmad).

5. Membiasakan anak untuk berolahraga.
Allah Swt. berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60).
Rasulullah saw. bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah. (HR Muslim).
Untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu, Islam menyerukan untuk mempelajari renang, memanah dan menunggang kuda; sebagaimana yang petunjuk Rasulullah saw. (yang artinya): Segala sesuatu yang tanpa menyebut asma Allah adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara: berjalannya seorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan dalam menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar berenang. (HR ath-Thabrani).

6. Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak tenggelam dalam kenikmatan.
Pembiasaan ini dimaksudkan agar pada masa dewasa nanti, anak-anak dapat melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaik-baiknya. Banyak sekali hadis yang memerintahkan untuk hidup sederhana (tidak bermewah-mewah).
Rasulullah saw. adalah teladan dalam kehidupan Beliau yang sederhana dalam makanan, pakaian dan tempat tinggalnya, yang harus diteladani oleh generasi-generasi Muslim juga diikuti petunjuk dan sunnahnya. Dengan itu, mereka selalu siap menghadapi berbagai peristiwa yang merintanginya. Sangat banyak contoh yang dapat kita saksikan, bahwa saat umat Islam tenggelam dalam kesenangan, kehidupan mewah dan tergiur oleh kemilau budaya materialistis, maka cepat sekali mereka akan roboh, pasrah terhadap serangan musuh, hilang kesabaran dan jihad di jalan Allah Swt. terasa kecut bagi Muslim.
Wallâhu a’lam bi shawâb. [Rezkiana Rahmayanti]

Membangun Keluarga Sehat


Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya bersifat pasti. Sehat dalam pandangan Islam tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam berpikir dan bersikap yang dilandaskan pada akidah Islam.
Keluarga sehat bermakna bahwa seluruh anggota keluarga dapat menjalani kehidupan secara sehat, baik yang terkait dengan fisik (makanan, pakaian, rumah dan tubuh) yang pemenuhannya menggunakan pola pikir dan pola sikap berlandaskan akidah Islam.
Islam telah menetapkan kewajiban kepada orangtua untuk membangun keluarga yang sehat dan kuat, di antaranya:


1. Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak.
Allah Swt. berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Kewajiban ayahlah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. (QS al-Baqarah [2]: 233).

Rasulullah saw. bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar untuk memerdekakan hamba, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, maka pahala yang paling besar adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu. (HR Muslim).

Karena ayah mempunyai pahala yang besar dalam memberi nafkah kepada keluarga, maka jika ia tidak mau memberikan nafkah kepada anak-anak dan keluarga, padahal mampu, ia akan berdosa besar. Rasulullah saw. bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menahan (nafkah) terhadap orang yang menjadi tanggungannya. (HR Muslim).
Di antara nafkah yang wajib diberikan ayah kepada keluarga adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal yang baik kepada keluarganya sehingga fisik mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit.


2. Menerapkan aturan-aturan Islam terkait dengan makanan, minuman dan tidur.
Allah Swt. telah berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS al-Baqarah [2]: 168).
Hembing mengatakan bahwa tidak ada makanan atau minuman yang dinyatakan haram oleh ajaran Islam, tiba-tiba dinyatakan sehat oleh dunia kedokteran. Survey membuktikan bahwa makanan merupakan faktor yang paling dominan; menduduki 90% dalam menimbulkan hampir semua penyakit yang diderita oleh seseorang, terutama terhadap penyakit jantung, stroke, kencing manis, kanker, asam urat dan jenis-jenis penyakit lainnya.
Kehalalan makanan akan berpengaruh, paling tidak, dalam: Pertama, menjaga keseimbangan jiwa manusia yang hakikatnya suci (fitrah) sebagaimana baru dilahirkan ke dunia. Kedua, menumbuhkan daya juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi. Ketiga, membersihkan hati dan menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak perlu. Keempat, menumbuhkan sikap percaya diri di hadapan Allah. Dengan demikian, kehalalan makanan dalam Islam dan pengharamannya sangat berpengaruh terhadap kesehatan, baik jasmani ataupun ruhani.
Rasulullah saw. telah memberikan panduan dalam masalah makanan, yaitu menghindarkan makanan yang mengandung racun dan melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum sehingga melampaui kebutuhan. Rasulullah saw. bersabda:
مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاََ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidak ada suatu tempat yang dipenuhi oleh Anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja, asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Namun, jika ia terpaksa melakukannya, hendaklah sepertiga (dari perutnya) diisi dengan makanan, sepertiganya dengan minuman dan sepertiganya lagi dengan nafas. (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Rasulullah saw. juga memberikan panduan dalam masalah minuman:
لاََ تَشْرَبُوا وَاحِدًا كَشُرْبِ الْبَعِيرِ وَلَكِنْ اشْرَبُوا مَثْنَى وَثُلاََثَ وَسَمُّوا إِذَا أَنْتُمْ شَرِبْتُمْ وَاحْمَدُوا إِذَا أَنْتُمْ رَفَعْتُمْ
Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan. Ucapkanlah “Bismillah” jika kalian minum dan ucapkanlah “Alhamdulillah” jika kalian selesai minum. (HR at-Tirmidzi).
لاََ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ
Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Siapa saja yang lupa, hendaklah ia memuntahkannya. (HR Muslim).
Adapun terkait dengan pola tidur, Rasulullah saw. menganjurkan untuk tidur di atas sisi badan sebelah kanan. Sebab, tidur di atas badan sebelah kiri itu akan membahayakan hati dan mengganggu pernafasan. Rasulullah saw., bersabda (yang artinya): Jika kamu mendatangi tempat berbaringmu, berwudhulah sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat, kemudian, berbaringlah di atas sisi badan sebelah kanan dan berdoalah. (HR al-Bukhari dan Muslim).
3. Mencegah diri dari berbagai penyakit.
Kewajiban para orangtua, pada saat salah seorang di antara anak-anak terkena penyakit menular, adalah mengasingkan anak-anak mereka yang lainnya. Dengan begitu, penyakit itu tidak menular kepada yang lainnya. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Larilah dari orang yang berpenyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa. (HR al-Bukhari).
Alangkah agungnya panduan Rasulullah ini dalam menjaga kesehatan dari berbagai penyakit.
4. Pengobatan terhadap penyakit.
Pengobatan ini berpengaruh sangat besar dalam menolak penyakit dan memproses kesembuhan. Masalah pengobatan ini diperintahkan oleh Rasulullah saw. dalam beberapa haditsnya,di antaranya:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Setiap penyakit itu ada obatnya. Jika obat itu mengenai penyakit maka akan sembuhlah dengan Izin Allah ‘Azza wa Jalla. (HR Muslim dan Ahmad).


5. Membiasakan anak untuk berolahraga.
Allah Swt. berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60).
Rasulullah saw. bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah. (HR Muslim).
Untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu, Islam menyerukan untuk mempelajari renang, memanah dan menunggang kuda; sebagaimana yang petunjuk Rasulullah saw. (yang artinya): Segala sesuatu yang tanpa menyebut asma Allah adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara: berjalannya seorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan dalam menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar berenang. (HR ath-Thabrani).


6. Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak tenggelam dalam kenikmatan.
Pembiasaan ini dimaksudkan agar pada masa dewasa nanti, anak-anak dapat melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaik-baiknya. Banyak sekali hadis yang memerintahkan untuk hidup sederhana (tidak bermewah-mewah).
Rasulullah saw. adalah teladan dalam kehidupan Beliau yang sederhana dalam makanan, pakaian dan tempat tinggalnya, yang harus diteladani oleh generasi-generasi Muslim juga diikuti petunjuk dan sunnahnya. Dengan itu, mereka selalu siap menghadapi berbagai peristiwa yang merintanginya. Sangat banyak contoh yang dapat kita saksikan, bahwa saat umat Islam tenggelam dalam kesenangan, kehidupan mewah dan tergiur oleh kemilau budaya materialistis, maka cepat sekali mereka akan roboh, pasrah terhadap serangan musuh, hilang kesabaran dan jihad di jalan Allah Swt. terasa kecut bagi Muslim.
Wallâhu a’lam bi shawâb. [Rezkiana Rahmayanti]

Mengoptimalkan Peran Ibu Rumah Tangga


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، اْلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya…(HR al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. telah menetapkan tanggung jawab terhadap laki-laki (suami) dan perempuan (istri) dalam kapasitas sebagai pemimpin yang berbeda di dalam sebuah keluarga. Suami sebagai pemimpin bertugas mengendalikan arah rumah tangga serta penjamin kebutuhan hidup sehari-hari—seperti makanan, minuman dan pakaian—serta bertanggung jawab penuh atas berjalannya seluruh fungsi-fungsi keluarga. Adapun istri berperan sebagai pelaksana teknis tersedianya kebutuhan hidup keluarga serta penanggung jawab harian atas terselenggaranya segala sesuatu yang memungkinkan fungsi-fungsi keluarga tersebut dapat dicapai. Berjalan-tidaknya fungsi-fungsi keluarga secara adil dan memadai merupakan indikasi tercapai-tidaknya keharmonisan dalam keluarga. Namun, ibarat mengayuh perahu, keduanya harus saling kompak dan bekerjasama agar biduk rumah tangga tidak terbalik. Fungsi-fungsi keluarga yang dimaksud adalah fungsi reproduksi (berketurunan), proteksi (perlindungan), ekonomi, sosial, edukasi (pendidikan), afektif (kehangatan dan kasih sayang), rekreasi, dan fungsi reliji (keagamaan).
Tugas utama serang istri secara umum ada dua: (1) sebagai Ibu, yang berkaitan langsung dengan pemenuhan fungsi reproduksi serta fungsi edukasi; (2) sebagai pengatur rumah tangga, yang berkaitan dengan pemenuhan fungsi-fungsi keluarga yang lainnya.

Beberapa Tuntunan
Pertama: Dalam pandangan Islam, tujuan dari pernikahan tidak hanya sekadar memiliki keturunan, tetapi juga bagaimana menjadikan keturunan kelak menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa (Lihat: QS al-Furqan [25]: 74). Agar terwujud, sudah pasti sang pemimpin terlebih dulu harus menjadi orang yang bertakwa. Untuk itulah, Islam telah memberi tuntunan agar mendapat keturunan yang baik dengan cara mempersiapkannya seawal mungkin, yaitu sejak sang ayah dan ibu berikhtiar untuk mendapatkan keturunan. Allah Swt. telah mensyariatkan adanya doa sebelum berhubungan intim, selanjutnya melakukan pendidikan terhadap anak mulai dari masa kandungan hingga anak mencapai usia balig.
Pendidikan adalah sebuah proses yang berkesinambungan hingga dapat mengantarkan anak memasuki usia balig dalam kondisi siap untuk menerima segala bentuk pembebanan hukum syariah saat dewasa. Di samping itu, anak perlu dibekali dengan keterampilan hidup yang memungkinkan baginya untuk bisa eksis dalam mengarungi kehidupan ini. Untuk itulah seorang Ibu dituntut agar memiliki kemampuan mendidik anak, baik dari sisi konsep maupun teknis pelaksanaan berikut pembiasaan dalam keseharian anak.
Kedua: Seorang istri berperan mengelola rumah tangganya agar tercapai keharmonisan di dalam keluarga. Dalam hal keuangan, istri diharapkan dapat mengatur sedemikian rupa nafkah yang diberikan oleh suami agar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika penghasilan suami tidak seberapa besar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun daftar rencana pemasukan dan pengeluaran dalam satu bulan, dengan prioritas pengeluaran yang dianggap paling penting. Jika kebutuhan hidup masih belum mencukupi, dengan izin suami seorang istri bisa saja membantu suami dalam menambah ekonomi keluarga. Jika memungkinkan carilah peluang pemasukan yang tidak banyak menyita waktu ke luar rumah, misalnya dengan menulis artikel dan buku; atau yang dapat membuka kesempatan untuk berinteraksi lebih banyak dengan masyarakat, seperti menjual busana Muslimah atau kebutuhan hidup sehari-hari di rumah; atau yang dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam mendidik anak, misalnya dengan menggeluti bidang pendidikan anak. Yang jelas, semua itu tidak boleh melalaikan kewajibannya yang lainnya seperti mendidik anak ataupun berdakwah.
Ketiga: Dalam hal pemenuhan fungsi proteksi keluarga, seorang istri dapat mengkondisikan suasana rumah yang tenang, bersih dan tertata rapi agar menjadi tempat berlindung yang nyaman dan membuat betah para penghuninya. Rasulullah saw. memuji seorang istri yang pandai merapikan rumah dengan mengatakan, “Ia tidak memenuhi rumah kita dengan sarang burung.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Kepedulian dan kesabaran istri dalam menyikapi persoalan yang dihadapi anggota keluarga dapat menjadikan suami dan anak-anak ingin segera kembali ke rumah untuk menyampaikan setiap suka dan duka yang dihadapinya di luar rumah. Keluarga menjadi tempat yang paling aman dan menyenangkan secara fisik dan psikis bagi anggotanya untuk saling berbagi. Apalagi bagi anak-anak, sebab sangat riskan jika mereka mencari kenyamanan di tempat lain yang bisa jadi berbahaya bagi pergaulannya.
Keempat: Fungsi sosial keluarga ditandai dengan adanya interaksi keluarga dengan masyarakat. Keharmonisan dengan anggota masyarakat harus terus dijalin, sebagaimana keharmonisan antar anggota keluarga. Apalagi Allah Swt. telah menetapkan akhlak bertetangga, sebagaimana sabda Nabi saw. (yang artinya):
Hak tetangga adalah jika dia sakit, engkau mengunjunginya; jika dia wafat, engkau mengantarkan jenazahnya; jika dia membutuhkan uang, engkau meminjaminya; jika dia mengalami kemiskinan (kesukaran), engkau rahasiakan; jika dia memperoleh kebaikan, engkau ucapkan selamat kepadanya; dan jika dia mengalami musibah, engkau mendatanginya untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya sehingga menutup kelancaran angin baginya. Jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya. (HR ath-Thabrani).
Alangkah mulia tuntunan ini jika diamalkan dalam keseharian, khususnya oleh seorang istri yang relatif lebih banyak waktu di rumah. Hubungan yang baik dengan tetangga juga sangat membantu untuk mewujudkan kepemimpinan dan lingkungan yang islami. Berbagai hal bisa dilakukan dalam menumbuhkan kegiatan-kegiatan yang kondusif bagi syiar Islam dan pendidikan anak, misalnya dengan mengadakan pengajian rutin di kalangan ibu-ibu, sanlat dan kajian keislaman untuk anak dan remaja, serta pengajian umum untuk keluarga pada momen-momen tertentu. Sebuah keluarga yang bisa diterima dalam masyarakat, secara tidak langsung akan memperkuat pula dorongan bagi anggotanya untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar terhadap lingkungan yang juga merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.
Kelima: Adanya kasih sayang dan kehangatan di dalam keluarga merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga. Rasulullah mengajarkan hal yang demikian. Beliau bersabda, sebagaimana penuturan Anas ra., “Wahai anakku, jika kalian masuk menemui istrimu, ucapkanlah salam. Salammu itu menjadi berkah bagimu dan bagi penghuni rumahmu.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam hadis lain, Ummul Mukminin Aisyah ra. Berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling lunak hatinya, mudah tersenyum dan tertawa.” (HR Ibnu Saad).
Sebaliknya, seorang istri juga perlu selalu menyambut suami dengan menampakkan wajah berseri-seri dan memakai wewangian. Ketika bercakap-cakap, buatlah suasana santai dengan mendahulukan kabar yang menyenangkan dan disertai senda gurau. Sikap demikian akan membawa kesegaran bagi keduanya setelah seharian bergelut dengan kegiatan masing-masing. Ketika ada hal yang kurang berkenan, carilah waktu, tempat dan cara yang tepat untuk menyampaikannya. Tunjukkan bahwa penegur tidak berarti lebih baik dari yang ditegur. Adapun caranya sangat bergantung pada sifat suami, apakah lebih tepat disampaikan dalam bahasa yang jelas dan lugas atau dengan bahasa sindiran. Yang jelas semua dimaksudkan untuk kebaikan, tidak untuk menjatuhkan dan menunjukkan kekurangannya. Kalaupun ada kelemahan suami yang agak sulit diubah, hiburlah diri, dengan mengingat kebaikannya yang banyak, sebagaimana sabda Nabi saw., “Janganlah seorang Mukmin (suami) membenci Mukminah (istri). Jika ia membenci satu bagian, pasti ada bagian lain yang menyenangkannya.” (HR Muslim).
Tentu hadis ini berlaku sebaliknya. Kehangatan dan kasih sayang dalam keluarga juga meliputi hubungan antara orangtua dan anak. Biasakanlah memanggil anak dengan nama kesayangannya ataupun harapan yang baik, seperti anak salih, pintar, berani dan lain-lain. Ketika anak dikondisikan demikian, maka akan terbentuk konsep diri yang positif pada dirinya, sehingga anak termotivasi menjadi seperti yang diharapkan. Anak yang tumbuh dalam suasana keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang akan lebih percaya diri dalam menghadapi kehidupan di kemudian hari.
Keenam: Di tengah kesibukan anggota keluarga sehari-hari, penting untuk menyempatkan rekreasi bersama. Rekreasi tidak identik dengan wisata yang mengeluarkan biaya mahal, tetapi cukup dengan berkumpul di tempat yang santai, bersenda gurau bersama dan melepaskan segala rutinitas yang melelahkan. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di rumah, misal dengan berkebun, olahraga, menonton tayangan, bermain air, bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci atau mengepel. Intinya kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Sesekali bisa saja diselipkan cerita lucu dan bermain tebak-tebakan. Seorang istri harus pandai memanfaatkan waktu, meskipun singkat, guna mengkondisikan kegiatan seperti ini. Kesegaran yang didapatkan, sangat membantu semuanya untuk kembali beraktivitas rutin di hari berikutnya.
Ketujuh: Hal yang tidak kalah pentingnya dalam keluarga adalah fungsi religius. Jika fungsi ini tidak terlaksana dengan baik, sebuah keluarga akan merasakan kegersangan batin, seberapapun tercukupi kebutuhan materi. Suasana ibadah dapat ditumbuhkan di tengah keluarga dengan terbiasa melakukan shalat berjamaah, tadarus bersama, shaum sunnah dan qiyamullail. Rasulullah saw. memuliakan suami istri yang terbiasa melakukan qiyamullail bersama, “Semoga Allah merahmati lelaki yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikkan air di wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air di wajahnya. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Subhânallâh! Betapa indahnya kebersamaan seperti ini, apalagi jika dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang istri dapat membiasakan hal seperti ini di tengah keluarganya agar keluarga tersebut menjadi keluarga yang selalu dekat dan bertakwa kepada Allah Swt. Dengan demikian, setiap cobaan dan ujian yang menimpa keluarga akan dapat dihadapi dengan sikap sabar dan tawakal kepada Allah Swt.

Khatimah
Demikian tuntunan yang dapat dilakukan seorang perempuan dengan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga untuk membawa keluarganya menjadi keluarga yang harmonis; sakînah mawaddah wa rahmah. Adanya kerjasama dengan suami akan sangat membantu tugas yang sangat berat ini.
Semoga Allah Swt. memberikan balasan atas setiap upaya yang kita lakukan dengan pahala yang berlipat ganda di sisi-Nya. Amin. [Reta Fajriah]

Menjadikan Liburan Lebih Bermakna


Libur akhir semester bersamaan dengan liburan akhir tahun telah tiba. Anak-anak tentu sangat antusias menghadapinya, demikian juga orangtua. Banyak keinginan yang ingin dilakukan oleh anak. Mereka tentu ingin merasakan suatu pengalaman baru yang menarik dan menyenangkan. Tidak sedikit orangtua bahkan dengan sengaja menjadwalkan cuti untuk menemani anaknya berlibur. Liburan sekolah memang kesempatan yang sangat baik untuk ajang kebersamaan keluarga. Orangtua yang selama ini sibuk bekerja sehingga interaksi dengan anak-anak sangat terbatas melihat peluang bagus untuk melakukan kegiatan bersama seluruh keluarga.
Tentu sangat baik jika setiap menjelang libur sekolah orangtua secara sengaja menyusun rencana untuk mengisi hari-hari itu dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat bagi semua. Jadi, liburan bukanlah sekadar melepaskan diri dari rutinitas sekolah belaka, tetapi harus dijadikan sebagai kesempatan bagi orangtua untuk memperbaiki yang kurang dalam proses pendidikan.

Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk menjadikan anak lebih berkualitas. Anak diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan di bidang akademis, tetapi sekaligus memiliki keterampilan dan kepribadian Islam yang tangguh. Beberapa aktivitas kaya manfaat yang dapat dilakukan selama liburan antara lain:

1. Meningkatkan pemahaman Islam.
Masa liburan juga bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman anak pada ajaran Islam. Mulai dari peningkatkan kualitas ibadah, hapalan ayat-ayat al-Quran, kajian sirah Nabi saw. dan para sahabat sampai peningkatan semangat juang mereka. Mengikutkan anak pada acara pesantren kilat liburan merupakan salah satu alternatif yang baik. Saat ini pesantren kilat tidak hanya diselenggarakan pada bulan Ramadhan saja, tetapi ada juga yang diselenggarakan saat liburan sekolah. Kalau tidak ada program pesantren kilat, orangtua bisa berinisiatif membuat program semacam itu di lingkungan tempat tinggalnya, misalnya di masjid terdekat, bekerjasama dengan pengurus masjid yang ada. Buatlah materi kajian yang menarik, sesuai dengan tahapan usia anak, tentu tetap dengan memperhatikan target-target yang ingin di capai.
Lengkapi kegiatan pesantren kilat dengan kegiatan unjuk kemampuan di dalam menyampaikan apa yang sudah diperoleh anak. Misalnya, dengan mengadakan lomba kultum, cerdas cermat dan sebagainya. Kegiatan semacam ini akan melatih keberanian sekaligus pengalaman yang sangat berharga buat anak. Jika perlu, siapkan hadiah spesial untuk para pemenang agar anak bersemangat dan berusaha tampil sempurna.

2. Melibatkan anak dalam aktivitas dakwah orangtua.
Liburan juga merupakan kesempatan bagus untuk melibatkan anak dalam aktivitas dakwah orangtuanya. Hal ini penting untuk memberikan contoh dan lingkungan yang kondusif sehingga suasana dakwah sudah bisa dirasakan anak sejak dini. Ajaklah anak turut serta ketika kita menjadi peserta atau pembicara dalam pengajian, diskusi, seminar atau bahkan aksi-aksi protes di jalanan. Selain sebagai sarana latihan dakwah buat anak, sekaligus juga sebagai sarana rekreasi keluarga. Sesampai di rumah, anak bisa diminta pendapatnya tentang kegiatan yang baru saja ia ikuti. Bisa juga ia ditanya tentang materi yang disampaikan orangtua, respon atau tanggapan para peserta, bahkan mungkin tanpa kita duga ia juga mempunyai kritik dan saran buat kita.
Namun, sebelum memutuskan untuk mengajak anak pergi berdakwah, tentu harus dipertimbangkan kondisi kesiapan anak. Lakukanlah persiapan seperlunya agar anak di sana bisa merasa nyaman dan tidak malah menimbulkan masalah. Sambil mengajak anak berdakwah, jelaskan kepada mereka bahwa dakwah adalah kewajiban setiap Muslim. Jika perlu, kenalkan kepada mereka dalil-dalil tentang kewajiban berdakwah. Jelaskan pula bahwa Islam bukan hanya mengajarkan sebatas ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi juga dakwah. Ajaklah anak-anak mulai menghapal ayat-ayat atau hadis yang berbicara tentang kewajiban berdakwah, seperti QS al-Ashr yang sangat populer di kalangan anak-anak.

3. Melatih keterampilan rumah tangga.
Liburan sangat baik dimanfaatkan untuk melatih keterampilan anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah sehari-hari memang terlihat sepele, tetapi kalau tidak terlatih, akan membuat anak canggung ketika harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Masa liburan adalah kesempatan bagi orangtua untuk mengenalkan pada mereka bagaimana memegang sapu yang benar, mencuci piring, merapikan tempat tidur, melipat baju, menyeterika dan pekerjaan rumah lainnya. Orangtua harus terlibat aktif dalam mengajarkan keterampilan pekerjaan rumah ini sehingga anak tahu persis cara yang benar. Jika dikerjakan bersama-sama dan diselingi canda, anak-anak juga akan merasa gembira. Jadi, siapa bilang rekreasi harus selalu berarti pergi jauh?

4. Menjalin keakraban anggota keluarga.
Silaturahmi merupakan amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Mengisi waktu liburan dengan silaturahmi kepada kerabat sangat baik dilakukan. Namun, kalau anak-anak berencana akan tinggal di rumah nenek, misalnya, untuk waktu yang agak lama, pastikan bahwa semua akan berjalan baik; anak-anak tidak merepotkan sang nenek dan pastikan juga bahwa pengasuhan beliau selaras dengan pola pengasuhan dan rutinitas yang selama ini sudah diterapkan di dalam keluarga. Dengan begitu, sepulang liburan anak-anak memang mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dan tidak kehilangan apa-apa yang selama ini sudah diupayakan bersama di rumah dengan anggota keluarga.

5. Membangun kepedulian terhadap sesama Muslim.
Masa libur juga merupakan kesempatan bagi orangtua untuk membangun kepedulian anak terhadap saudaranya sesama muslim. Misalnya dengan cara mengakseskan mereka informasi lewat media cetak dan elektonik yang berkaitan dengan perkembangan negeri-negeri Muslim, penderitaan mereka dan problem yang melanda kaum Muslim baik di Indonesia maupun di negeri-negeri Muslim lainnya. Langkah praktis lain yang bisa dilakukan misalnya dengan memutar film-film yang menggambarkan penderitaan kaum Muslim karena kezaliman musuh-musuh Islam, mengumpulkan berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan kaum Muslim, dan kemudian mendiskusikannya serta mengajak mereka untuk menyusun rencana aksi. Misalnya, yang paling sederhana, mereka bisa diajak untuk menyisihkan sebagian uang tabungannya untuk membantu saudara sesama Muslim yang sedang menderita itu.

6. Mengasah rasa kepekaan sosial.
Libur juga merupakan kesempatan untuk mengasah rasa kepekaan sosial anak terhadap lingkungan. Aksi bongkar lemari pakaian anak-anak dan memberikannya sebagian kepada yang memerlukan merupakan langkah yang terpuji. Anak-anak juga bisa diajak mengunjungi panti-panti asuhan, agar mereka bisa turut merasakan sedihnya tidak memiliki ayah/ibu dan berbagi keceriaan bersama mereka. Anak akan dapat melihat bahwa di dalam hidup ini ada banyak hal yang belum mereka ketahui. Ada banyak anak-anak yang menjalani hidup sangat berbeda. Hal ini akan dapat melatih anak untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang sudah Allah Swt. berikan.

7. Mengenalkan Allah melalui ciptaan-Nya.
Jika berencana untuk berpergian (berwisata), pilihlah berwisata ke alam bebas. Pergi ke pegunungan atau pantai adalah pilihan yang tepat. Di tempat-tempat seperti itu, anak akan belajar banyak hal. Mereka akan mengenal berbagai macam pohon yang selama ini belum pernah mereka lihat. Anak dapat memegangnya, merasakan keras batangnya, bau daunnya, buahnya atau bunganya. Bahkan kalau memungkinkan, biarkan anak memanjatnya, tentu dengan tidak merusaknya. Dengan mengenali berbagai macam pohon dan keindahan alam, sekaligus anak akan lebih memahami kebesaran Allah Swt. Kenalkan lepada anak sebanyak mugkin tanam-tanaman. Jangan sampai dia tidak tahu bahwa nasi yang selama ini dia makan berasal dari padi yang terbentang hijau di sawah. Lebih bagus kalau anak juga diperlihatkan bagaimana proses pembuatannya sampai menjadi beras.
Di pantai yang terbentang luas, anak akan dapat berlari-lari, bermain air dan pasir, sekaligus merasakan betapa kecilnya dia dibandingkan dengan alam semesta apalagi Allah Swt. Di lautan anak mungkin akan melihat bermacam ikan, yang selama ini hanya dia lihat ketika siap disantap di meja makan. Anak juga bisa mengumpulkan kerang, melihat berbagai binatang laut yang merayap di atas pasir yang selama ini hanya dia lihat di televisi atau buku. Bahkan mungkin juga dia bisa merasakan gigitan salah satu dari binatang-binatang itu.

Khatimah
Banyak hal yang bisa dilakukan pada setiap kali liburan, asal semuanya direncanakan dengan baik. Dengan cara itu, insya Allah anak akan menjadi lebih berkualitas. Jelas sekali bahwa libur sekolah bukan berarti anak berhenti belajar. Liburan harus dijadikan lebih bermakna, berkesan dan tetap dijadikan arena untuk mendidik. Anak-anak gembira, orangtua merasa lega, semua merasa bahagia.
Wallâhu a’lam bi shawâb. []